Buku "Bumi Siliwangi untuk Negeri"

Setelah selama 1 tahun para peserta SM-3T 2011 dan 2012 mengabdi di daerah 3T, kami dari IKA SM-3T UPI berinisiatif untuk membuat sebuah buku yang berisi cerita pengalaman para peserta.

Teachers as Patriots, A Tribute to Winda and Geugeut

Winda dan Geugeut adalah rekan seperjuangan kami di Program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) 2012 yang meninggal dunia.

Muridku ini Memang Tidak Mahir Menghitung dan Menghapal, Tapi Dia…

Dia sangat sangat tidak bisa menghapal, cukup sulit menulis, dan sedikit tidak nyambung.

Sejarah Pembentukan Ikatan Keluarga Alumni SM-3T UPI

Sebelum melaksanakan PPG, pada tanggal 26-27 Januari 2013 bertempat di gedung University Centre (UC) UPI para alumni SM-3T angkatan pertama telah sepakat membentuk IKA SM-3T UPI.

Profil IKA SM-3T

Kepengurusan IKA SM-3T UPI

Kamis, 17 Juli 2014

Gubuk Sekolah Itu Kini Berganti Wajah

Dulu sekolah itu hanya sekolah gubuk. Tak berdinding, tapi beruntung masih dilindungi atap daun. Awalnya, saya kaget melihat keadaan sekolah yang cukup memprihatinkan. Saya unggah foto sekolah SMAN 2 Amarasi Timur ke internet. Banyak yang bersimpati dengan keadaan sekolah ini. Namun, salah seorang muridku di Bandung berkomentar lain setelah melihat foto sekolah ini, “Ibu, ini sekolahnya green-school ya?”. Ah, iya benar. Berpikir positif akan lebih menenangkan hati. Anggap saja ini sekolah green-school, maka saya tidak akan terlalu kecewa.
Gambar 1 Keadaan kelas SMAN 2 Amarasi Timur di Semester Genap TA 2011-2012

Sekolah ini dibangun dengan modal nekat atas inisiatif warga Dusun Oekaka. Atas dasar inilah, nama tempat pada titimangsa di sekolah itu ditulis Oekaka. Setelah lulus SMP, kebanyakan siswa tidak meneruskan sekolah karena jarak tempuhnya sangat jauh jika akan meneruskan sekolah ke SMA terdekat. Mungkin bukan dikatakan terdekat, namun itu adalah satu-satunya SMA di Kecamatan Amarasi Timur pada waktu itu. Keinginan warga untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi minimal SMA sangatlah besar. Karena itulah warga bergotong royong membangun SMA Negeri 2 Amarasi Timur.

Antusiasme warga memasukkan putra-putrinya ke SMAN 2 Amarasi Timur sangatlah besar. Namun, fasilitas di sekolah ini sangat minim. Ya, maklum saja, sekolah ini dibangun atas dasar modal nekat. Awalnya siswa yang datang ke sekolah hanya beberapa orang. Bahkan, di hari pertama mengajar, saya hanya mendapati dua orang siswa saja di dalam kelas. Padahal jumlah daftar siswa di sekolah ini tidaklah sedikit, entah kemana mereka. Kepala sekolah meyakinkan guru-guru SM-3T bahwa ini baru permulaan, besok-besok pasti akan banyak siswa yang datang ke sekolah.

Kepala sekolah kemudian mengambil tindakan tegas. Para orang tua diberi himbauan agar anak-anaknya dimotivasi untuk datang ke sekolah pada saat jam sekolah. Namun, nampakya kegiatan berladang dan beternak lebih mengasyikkan daripada bersekolah. Pa Yohanis Ora, menjabat Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan ditugasi untuk menjemput anak-anak yang malas datang ke sekolah. Pikirku mungkin wajar anak-anak malas ke sekolah karena jarak tempuh mereka dari rumah ke sekolah cukup jauh, bahkan diantaranya ada yang harus menempuh jarak 10 KM dengan berjalan kaki. Namun, guru-guru disana meyakinkan kami bahwa itu bukanlah alasan untuk membenarkan ketidakhadiran mereka di sekolah.

Satu semester berlalu, tidak banyak perubahan pada sekolah ini. Selama satu semester saya kebingungan dengan materi yang harus saya ajarkan. Saya bingung karena setiap hari siswa di kelas selalu sedikit dan sering ganti personal. Saya bingung apakah saya harus mengikuti kurikulum yang berlaku di semester genap sedangkan dasar-dasarnya belum mereka kuasai, bahkan operasi hitung bilangan bulat sederhana pun mereka tidak bisa. Saya bingung apakah harus mengulang pelajaran ataukah melanjutkan materi dengan resiko akan ada siswa yang ketinggalan pelajaran karena pergantian personal tadi. Saya bingung karena guru-guru masuk kelas seenaknya tidak sesuai dengan jadwal yang disepakati dan keadaan ini megganggu jam pelajaran yang saya ampu, yaitu pelajaran Kimia. Jadilah selama satu semester itu saya tidak bisa menuntaskan materi karena kebingungan-kebingungan yang saya rasakan.

Daya tangkap siswa yang tidak begitu baik pun menjadi PR besar bagi saya untuk memperbaikinya. Salah satu alasan yang bisa membenarkan hal ini adalah karena mereka sudah terlalu lama tidak meneruskan sekolah. Tidak sedikit murid saya yang usianya lebih tua dari saya. Bahkan, diantara mereka ada yang sudah memiliki anak. Hal ini juga menjadi salah satu tantangan bagi saya karena ada beban di pikiran saya, “Wah, saya mengajarkan orang tua!”

Saya sudah mencoba mendiskusikan dengan kepala sekolah tentang ide-ide dari saya dan teman-teman SM-3T yang sama-sama bertugas di sekolah tersebut agar keadaan bisa diperbaiki. Tapi jawaban dari kepala sekolah selalu membuat kami pesimis. “Itu tidak bisa! Itu sulit! Kalian tidak mengerti keadaan warga disini!”. Ini juga menjadi salah satu hambatan kami.

Menjelang UN, ada pergantian  Kepala Sekolah. Fisik sekolah mulai dibenahi. Sekolah diberi dinding seadanya dari bebak (susunan pelepah gewang, tanaman sejenis lontar) dan diberi jendela tanpa kaca. Setidaknya siswa mulai merasa nyaman di kelas, kecuali kelas X yang masih harus bersabar belajar di ruangan tanpa dinding. Ketertiban di sekolah mulai dibenahi. Siswa yang kedapatan tidak masuk sekolah selama tiga hari berturut-turut akan dilakukan pemanggilan orang tua. Jam belajar pun dibenahi. Semua guru harus masuk kelas sesuai jadwal. Maka, saya pun bisa lebih mudah melakukan tugas saya sebagaimana mestinya. Kepala sekolah yang baru lebih bisa diajak kerjasama. 
Gambar 2 SMAN 2 Amarasi Timur setelah pergantian kepala sekolah

Gagasan-gagasan kami mulai dipertimbangkan. Kegiatan intrakurikuler OSIS mulai digiatkan dan kami menjadi bagian dari pembinaan intrakurikuler ini. Kepala sekolah juga bersedia untuk mengajukan permohonan bantuan gedung ke Kemdikbud melalui monitoring SM-3T dari salah satu LPTK penyelenggara. Alhamdulillah, sekolah bisa mendapatkan bantuan 3 unit gedung, 1 unit lab komputer beserta isinya dan instalasinya, dan 1 unit lab kimia lengkap dengan isinya. Khusus atas bantuan laboratorium kimia, kepala sekolah menawari saya sebagai kepala laboratorium jika lab kimia selesai dibangun. Ya, saya akan kembali jika memang nanti saya benar-benar dibutuhkan.  Selain itu, sekolah juga bersedia bekerjasama dengan LPTK lain yang sama-sama bertugas di sekolah itu dalam hal pengadaan buku. SMAN 2 Amarasi Timur sekarang sudah lebih baik. Para siswa pun lebih nyaman belajar di kelas.

Gambar 3 Bantuan RKB, lab komputer dan lab kimia dari Kemdikbud

Saya memulai kegiatan pembelajaran dengan lebih semangat karena jumlah siswa di sekolah ini sudah lebih banyak. Bahkan, karena kurangnya bangku di sekolah ini, salah satu murid saya, Apridon Toni terpaksa menggunakan meja guru untuk belajar. Tidak apa-apa, saya ridho walau meja dan kursi saya dipakai Apridon dan saya harus terus berdiri selama mengajar, asalkan para siswa bersemangat saat belajar. Itu sudah cukup membuat saya senang.

Gambar 4 Apridon Toni belajar di meja guru

Para siswa cukup takjub ketika saya mengajarkan mereka cara cepat berhitung matematika dan ternyata mereka bisa mengikutinya dengan mudah. Agar tidak jenuh, sesekali saya mengajak mereka belajar di luar kelas, bermain sambil belajar. Padahal usia mereka sudah bukan lagi usia anak-anak, namun mereka terlihat sangat menikmati permainan. Saat itu saya sadar, bahwa anak-anak ini bukanlah bodoh. Mereka hanya kurang diberikan motivasi saja.
Ada hal unik ketika saya mengajarkan tentang atom. Saya memulai pembelajaran dengan sebatang kapur. Saya memulai pembelajaran dengan diskusi,
“Apakah kapur ini bisa menjadi lebih kecil?”
“Ya.”
“Bagaimana caranya?”
“Dipatahkan!”, maka saya mematahkannya menjadi dua. Satu kapur saya simpan dan satunya lagi saya acungkan.
“Apakah masih bisa diperkecil?”
“Ya. Patahkan lagi ibu!”, maka saya patahkan lagi. Begitu seterusnya sampai kapur itu tidak bisa lagi saya patahkan.
“Apakah masih bisa dibagi lagi?”
Anak-anak terdiam.
“Bagaimana jika saya hancurkan kapur ini. Apakah kapur ini bisa jadi lebih kecil?”, saya mencoba memancing mereka.
“Ya, ibu! Kasih hancur saja.”, logat Kupangnya menambah keunikan cara mereka berbahasa.
Kali ini saya gerus kapur kecil itu sampai menjadi serbuk.
“Kapur ini sudah menjadi serbuk. Sudah sangat kecil sekali ukurannya. Tapi apakah kapur ini masih bisa dibagi lagi?”
Lagi-lagi anak-anak terdiam. Saya menjanjikan mereka hadiah gula-gula jika ada yang sanggup menjawab pertanyaan saya. Namun, seisi kelas hening. Tidak ada yang bisa menjawab. Baiklah, ini saatnya untuk menjelaskan.
“Jika kita mempunyai pandangan super dan diberi kemampuan  bisa melihat benda yang amat sangat kecil sekali...kita akan mendapati kapur ini berukuran sangaaaaaattt... kecil dan tidak bisa dibagi lagi. Nah, zat yang berukuran sangat kecil itu, yang tidk bisa dibagi lagi itu dinamai ATOM.” Saya lalu menuliskan kata ATOM di papan tulis.
Serentak anak-anak tertawa dan berteriak dengan kompak,
“ATOM! Anak Timor Otak Mantap! Ha..ha..ha..”
Saya takjub mendengarnya. Ya, betul! Anak Timor Otak Mantap (ATOM). Anak-anak Timor bukanlah anak-anak yang terpinggirkan. Anak-anak Timor tidaklah kalah dengan anak-anak Pulau Jawa. Mereka hanya kurang motivasi, mereka hanya butuh perhatian dari orang-orang yang peduli dengan masa depan mereka. Mereka bukanlah anak-anak bodoh hanya karena mereka tinggal di desa. Masa depan mereka suatu hari nanti akan secerah masa depan anak-anak lainnya. Insyaallah.

Penulis: Aristia Pratiwi Meliawati (Pend.Kimia UPI)


Surat Untuk Bapak Presiden

Jum’at 04 Mei 2012, tepat pukul 14.00 WIB pembelajaran di SMPN 2 Simpang Jernih dimulai tanpa ada suara bel maupun lonceng sebagai pertanda masuk jam pelajaran. Seperti hari-hari sebelumnya, sekarang dan mungkin yang akan datang, jumlah guru yang mengajar di sekolah ini hanya 2 orang yaitu saya dan Pak Jamin Pinem seorang “Batak Karo” ahli madya Jurusan Manajemen Informatika yang mau mengabdi sebagai guru bhakti di sekolah ini.
            Hari ini saya mengajar di kelas 2, dari 40 siswa yang terdaftar di Dinas Pendidikan dan hanya 16 siswa yang aktif mengikuti pembelajaran, hari ini hanya ada 8 siswa yang masuk sekolah. Sisanya ada yang membantu orang tua panen di sawah, membantu menebang pohon di hutan bahkan sebagian lagi sedang tidur siang karena semalaman mereka begadang menonton pesta pernikahan warga  sampai jam 04.00 pagi. Keadaan seperti ini sudah cukup lumayan dibandingkan hari-hari sebelumnya yang hanya dihadiri oleh dua, tiga bahkan tidak ada sama sekali siswa yang masuk sekolah.
            Siang ini bukanlah pelajaran geografi ataupun IPS yang saya ajarkan melainkan pelajaran Bahasa Indonesia. Inilah sebuah resiko yang harus saya tanggung, dengan tidak adanya guru otomatis saya harus bisa mengajarkan semua mata pelajaran yang ada disekolah padahal latar belakang saya adalah geografi.
Masih agak lumayan latar belakang saya sebagai lulusan dari program kependidikan, bandingkan dengan Pak Jamin Pinem yang lulusan D3 Manajemen Informatika tetapi dia harus bekerja sebagai guru mata pelajaran.
            Materi yang saya ajarkan pada pertemuan kali ini adalah materi tentang membuat surat resmi. Seperti biasa pembelajaran dimulai dengan do’a bersama, setelah selesai berdo’a saya pun mulai melakukan kegiatan pembelajaran.
Sebelum saya menjelaskan tentang pengertian, struktur ataupun contoh surat resmi, saya memulai pembelajaran dengan bertanya kepada siswa “Apakah kalian tahu apa itu surat resmi?”. Detik demi detik pun berlalu, seperti hari-hari sebelumnya setiap kali saya mengajukan pertanyaan diawal pelajaran suasana kelas sangat hening tidak ada suara sedikitpun yang keluar dari siswa dan siswi saya ini. Hanya terdengar suara Pak Jamin Pinem dengan logat “Batak”nya yang kental sedang menerangkan dikelas sebelah.
Saya pun mengajukan pertanyaan yang kedua “Apakah diantara kalian ada yang pernah membuat surat?”, suasana pun hampir sama seperti saya mengajukan pertanyaan yang pertama tadi, hanya ada suara pak Jamin dan suara buku yang dibulak-balik oleh siswa seolah-olah sedang mencari jawaban.
            Finally, saya mengajukan pertanyaan yang ketiga, “Apakah diantara kalian ada yang pernah membuat surat cinta?”, keadaan pun 1800 berbeda dengan pertanyaan pertama dan kedua, semua siswa saling mengeluarkan suara yaitu suara bersifat tuduhan terhadap teman-teman yang lainnya “Sumaidi pak” kata Darwin, lalu Sumaidi pun tak mau kalah dia pun menjawab “Samila Pak, dia suka ngirimi abang saya surat cinta pak” ejek Sumaidi kepada Samila. Sontak keadaan kelas pun menjadi ramai walaupun hanya dengan 8 orang siswa.
            Setelah suasana kembali kondusif, saya pun memulai menjelaskan tentang surat resmi. Singkat cerita selesailah saya menjelaskan materi, kemudian saya menugasi siswa dan siswi saya untuk membuat satu surat resmi yang maksud dan tujunannya bebas sesuai dengan keinginan siswa.
Menit demi menit pun berlalu, akhirnya siswa dan siswi pun selesai mengerjakan tugas mereka. Saya pun meminta siswa untuk membacakan hasil tugas mereka di depan kelas.  
            Isi surat siswa pun bermacam-macam, ada yang membuat surat untuk kepala desa, membuat surat kepada perusahaan bahkan ada siswa yang membuat surat “lagi-lagi” surat cinta, padahal yang saya tugaskan adalah surat resmi.
Tetapi ada salah seorang siswi yang membuat saya heran sekaligus kagum. Amila itulah nama siswi yang membuat saya kagum pada dia. Bukan karena paras maupun sifat dia, melainkan dari surat yang baru saja dia bacakan di depan kelas. Disaat yang lain membuat surat yang ditujukan kepada perusahaan ataupun kepala desa tetapi dia membuat suatu yang lebih sensasional menurut saya, dia membuat surat yang ditujukan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia. Isi suratnya pun cukup singkat dan jelas, yaitu dia meminta bantuan kepada Bapak Presiden untuk dapat membuatkan titi gantung (Jembatan Gantung) di desa mereka (desa Melidi). Berikut ini adalaha isi dari surat Amila itu:
Yth. Bapak Presiden RIDi JakartaDengan Hormat,             Semoga kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan selalu mengiringi Bapak. Dengan ini saya yang bernama Amila SMPN 2 Simpang Jernih Kec. Simpang Jernih untuk meminta bantuan untuk diadakan titi gantung di Melidi kec. Simpang Jernih ini.            Dengan adanya titi gantung kami bisa aktif untuk sekolah, karena sekolah kami ada di sebelah gampong kami desa itu dinamakan Perjut. Kami ke Perjut harus melewati sungai besar. Sekarang ini kalau air sungai kecil kami bisa sekolah di seberang, tapi kalau air besar kami gak bisa sekolah.            Dari karena itu saya mohon kepada Bapak untuk memberikan bantuannya untuk mengadakan titi gantung di gampung Melidi. Semoga hal ini dapat Bapak maklumi. Demikianlah atas perhatian Bapak saya ucapakan terima kasih. WassalamHormat saya  Amila  
            Itulah petikan surat yang dibuat oleh seorang siswi yang sangat prihatin akan keadaan sarana dan prasarana yang ada di desanya. Keinginannya cukup sederhana, dia dan kawan-kawan yang lainnya ingin bersekolah di gedung sekolah SMPN 2 Simpang Jernih yang memang disitulah seharusnya mereka belajar. Bukan seperti sekarang ini, disaat air sungai sedang meluap mereka secara terpaksa harus melakukan kegiatan pembelajaran dengan menumpang di gedung SDN Melidi yang letaknya di sekitar pemukiman warga.
            Mungkin ini sedikit konyol, bahkan mungkin diantara kita akan bertanya “Kenapa susah amat sih, sekolah di gedung SD aja kan sama saja?”, tapi tidak demikian dengan siswa disini, mereka sangat ingin dan bahkan akan sangat bersemangat apabila mereka bersekolah di gedung yang seharusnya mereka tempati. Salah satu alasan kenapa belakangan ini banyak siswa yang tidak mau sekolah yaitu karena mereka merasa tidak bersemangat apabila bersekolah di gedung SDN Melidi, mereka ingin bersekolah di gedung SMPN 2 Simpang Jernih walaupun untuk menuju ke sekolah mereka harus menyebrangi sungai dan harus berjalan kaki sejauh 2 Km.




Oleh: Samiaji Sapto Wibowo, S.Pd

Selasa, 10 September 2013

Profil IKA SM-3T

Peserta SM-3T Angkatan 1
Profil IKA SM-3T UPI

Tanggal Berdiri
:
27 Januari 2013
Visi
:
Terwujudnya Alumni SM-3T UPI yang profesional  untuk membangun kebersamaan dan kemajuan dalam dunia pendidikan sebagai bagian dari generasi emas Indonesia.
Misi
:
1.      Membangun jejaring alumni SM-3T UPI yang kuat.
2.      Mewujudkan sumberdaya alumni yang mandiri dan membanggakan.
3.      Berkontribusi dalam memajukan dunia pendidikan di Indonesia.
Twitter
:
@SM3T_UPI
Facebook
:
SM-3T UPI
Ketua
:
Samiaji Sapto Wibowo, S.Pd (Penedidikan Geografi)
Sekertaris
:
Nur Azizah, S.Pd (Pendidikan Ilkom)
Bendahara
:
Endah Oktavia, S.Pd (PGSD)
Anggota
:
M. Ramdhan, S.Pd (P. Kimia)

Dyah Oktriyani, S.Pd (P. Kepelatihan Olahraga)
Astika Widiastuti, S.Pd (P, Ekonomi)
Asri Nirmala, S.Pd (PGSD)
Kartika Ratnaningsih, S.Pd (PKN)
Avep Ahmad M. , S.Pd (P. Fisika)
Kartika Ratnasari, S.Pd (P. Fisika)
Delih Rusman, S.Pd (PGSD)
Asti Kurnia Puri, S.Pd (PGSD)
Arriza Surya Pratiwi, S.Pd (PGSD)
Novia Nur Hidayah, S.Pd (PGSD)
Suharsih, S.Pd (PGSD)
Erni Kusmiati, S.Pd (PGSD)
Muhammad Wildan, S.Pd (P. Bahasa Indonesia)
Shanty Rahayu Kusumawardani, S.Pd (P.Biologi)
Figian Dienea Rolla, S.Pd (P. Kepelatihan Olahraga)
Hadi Dwi Antara, S.Pd (P. Kepelatihan Olahraga)
Nisa Fahliarahman, S.Pd (P.Kimia)
Deni M Ikbal, S.Pd (P. Kimia)
Yeni Nurhaeni, S.Pd (P. Matematika)
Yudi Permana, S.Pd (PGSD)
Sukma Lelana, S.Pd (PGSD)
Sarsimah Eftivia, S.Pd (PGSD)
Dewi Sri Mulyati , S.Pd (PGSD)
Tono Sukardi, S.Pd (PGSD)
Wina Tursina, S.Pd (PGSD)
Suharyadi, S.Pd (P. Kimia)
Umyati, S.Pd (P. Matematika)
Aristya Prastiwi, S.Pd (P. Kimia)
Tomy Aditia, S.Pd (PGSD)
Asep Saepul Ulum, S.Pd (PGSD)
Fitri Nuur Alimah, S.Pd (P. Bahasa Indonesia)
Udan Miharja, S.Pd (PGSD)
Mulyana Nur, S.Pd (PKN)
M. Efry Milandiska, S.Pd (P. Kepelatihan Olahraga)
Hendra Hidayat, S.Pd (PGSD)
Dewi Yuniasari, S.Pd (PGSD)
Ridwan Abdul Goni, S.Pd (PGSD)
Dziky Iskandar, S.Pd (PGSD)
Tarsono, S.Pd (PGSD)
Zafar Sidik Permana, S.Pd (PKN)
Ayu Fitri, S.Pd (PGSD)
Siti Nuratikah, S.Pd (PGSD)
Inkam Siti Fuadah, S.Pd (P. Matematika)
Risna Puspitasari, S.Pd (P.Matematika)
Frisca Riana Ritonga, S.Pd (PGSD)
Ujang Kusnadi, S.Pd (PGSD)
Hylda Nadia, S.Pd (PGSD)
Nata Surya, S.Pd (PGSD)
Budi Nurdiansyah, S.Pd (P.Matematika)
Melta Susani, S.Pd (P. Geografi)
Ahmad Triyono, S.Pd (PGSD)
Cici Nurhayati, S.Pd (PGSD)
Tika Yuliani, S.Pd (PGSD)
Widyawati, S.Pd (PGSD)
Maya Umayah, S.Pd (P. Ekonomi)
Suma Rustian, S.Pd (P. Fisika)
Asep Novandi, S.Pd (P. Kimia)
Nurfaizal Hamzah, S.Pd (P. Matematika)
Reni Septiani, S.Pd (P. Fisika)
Nayudin Hanif, S.Pd (P.Kimia)
Endah Setiarini, S.Pd (P. Ekonomi)
Susan Rahayu, S.Pd (P. Biologi)
Keterangan:
Yang berwarna merah: bertugas di Kupang NTT
Yang berwarna hitam: bertugas di Aceh Timur